Warung Makan Disekitar Kostku
Hari ini aku merenungkan sesuatu mengenai lingkungan sekitarku dimana warung makan bertebaran dimana-mana. Perkiraanku setelah aku hitung-hitung, sekitar kostku bisa mencapai 12 warung makan dilokasi yang tidak begitu jauh, semuanya saling berdekatan dan menurut ku pangsa pasar mereka kurang lebih sama, yakni mahasiswa dan mahasiswa yang ngekost didaerah sekitar pringgodani ini. Ada begitu banyak orang yang berlomba-lomba untuk menjadi wirausahawan yang dimana sekarang ini sangat santer didengungkan kampanye-kampanye seputar dunia bisnis, wirausahawan dan cara menghasilkan uang dengan berbagai metode. Saat ini para praktisi bisnis maupun pemerintah sangat gencar membuat usaha mikro diIndonesia berkembang pesat.
Yang jadi pertanyaanku adalah mengenai keefektifan metode wirausahawan ini seperti apa?aku masih merasa ambigu dengan tema wirausaha, karena aku bingung dengan nasib mereka kedepannya. Mari berbicara realistis dan kenyataannya dengan sedikit menggunakan contoh real sebagai analogi pemikiranku.
Teteh yang bewirausaha burjo memiliki satu suami, satu anak dan satu orang sepupu yang bekerja untuknya, mungkin sebelum menjamurnya warung makan, kehidupannya berjalan baik (segi ekonomi), entah bisa makan 3x sehari, anaknya dapat sekolah dengan lancar dan kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi. Lalu muncul Pak Kuni yang mulai berwirausaha warung makan sekaligus warung kecil didepan kostku. Menurutku, tanggungan dia adalah harus menghidupi satu anak, satu istri dan membantu satu orang ibu dan anaknya dimana dia adalah kakak kandung dari istri Pak Kuni. Lalu, dengan berwirausahanya pak Kuni dan berbagai orang yang mencoba membuka warung makan dilahan yang tidak berbeda jauh, bagaimana dengan pendapatan mereka. Dapat kulihat dengan jelas bahwa warung makan/ burjo dari Teteh mulai sepi pengunjung dan kita tak pernah tau apa efek domino dari semua penyebab ini. Mungkin saja teteh mulai mengalami kesulitan membiayai sekolah anaknya karena omset wirausaha mereka yang menurun, dan bagaimana dengan nasib pak Kun dan sejumlah wirausahawan lainnya disekitar situ dimana mereka harus berbagi pelanggan dan rezeki pada orang lain dan bisa jadi pendapatan yang mereka terima sekarang ini jauh dari kata cukup.
Ironisnya lagi bahwa aku yakin bahwa salah satu dari warung makan diIndonesia ini atau kita persempit lagi, sekitar kostku ini, karena mereka sepi pengunjung atau persediaan barang dagangan tak kunjung dijual, sehingga makanan-makanan tersebut harus dibuang sebagian atau bahkan seluruhnya, padahal pada saat ini banyak sekali gelandangan dan kaum papa lainnya sedang berusaha mati-matian untuk mencari makan dan memenuhi gizi mereka. Suatu paradoks dimana ada makanan yang berlimpah harus dibuang karena basi dan harus ada kaum miskin yang berjuang pagi-siang-malam untuk mencari sesuap nasi bagi keluarganya. Apakah ini yang dimaksud berwirausaha?dimana sedang gencar-gencarnya dikampanyekan?
Pendapatku pribadi, mungkin pendapat ini akan sangat mengena untuk kalangan mahasiswa-mahasiswi dan kaum intelek lainnya untuk berwirausaha. Menurutku, berwirausaha yang bijak adalah dengan membuat suatu kerajinan, karya, inovasi, penelitian yang pangsa pasarnya adalah negara-negara luar Indonesia atau setidaknya orang-orang yang memang membutuhkan produk tersebut diIndonesia. Setidaknya menurutku, ini akan menyeimbangkan neraca perekonomian kita dan bisa berwirausaha ala bijak versi aku.
No comments:
Post a Comment